Selasa, 27 Oktober 2009

makna yang klise dan semu

masih di sisi yang sama ketika aku berjibaku dengan nurani ku,
menerawang ke setiap sudut sempit di kamarku,
dengan pikiran yang melintas menerobos ruang dan waktu,
seiring dengan mencuatnya pertanyaan-pertanyaan sentimentil mengenai hidup.

ah... ingin rasanya hanya sekedar meneguk segelas kopi dan bersandar pada kursi tua di lereng suatu bukit.
menikmati angin dan desau udara yang bersahutan,
menghirup dalam2 wangi daun dan tanah,
merasakan hawa sore yang bertaburan sinar matahari yang tersungging malu di balik awan kelabu sore itu.

tak mengapa hanya beberapa saat saja,
tak mengapa hanya ku sendiri saja.

waktu berputar tak henti walaupun aku terdiam dalam sunyi sendiri.
radio tuaku yang kini berganti menjadi seperangkat elektronik dengan program winamp masih saja mengeluarkan suara visual dari The Beatles. tak lapuk termakan waktu, john, paul, ringgo, George tetap saja mengisi tiap malam ku dengan deretan tangga nada yang itu-itu saja.

"Blackbird singing in the dead of night,
Take these broken wings and learn to fly, All your life
You were only waiting for this moment to a rise"


saat ini itulah kebahagiaan yang tak terkira harganya bagi ku.
apakah cukup miris terdengarnya? ditengah segala keterpunyaan dan kemampuan, tapi aku tak ingin lebih. cukup itu saja yang menjadi penghibur laraku, teman malam ku, penyanggah kejatuhanku...

ah.... "terlalu melankolis bgt sih!" kata otak liarku berguman di belakang punggungku.

lalu apa lagi yang bisa ku lakukan selain menunggu pagi datang membawa dinginnya suhu dan silaunya sinar mentari?
insomnia ini seringkali aku rasakan, seringkali menjadi temnan setiap di kala tubuh dan pikiran sedang lelah2nya, ah... kenapa sih selalu kamu yang datang malam2 gini?

di luar sana kawan-kawan ramai membicarakan letup-letup duniawi yang bagaikan kentutnya gunung berapi, diam-diam menggelegar, menyimpan bau busuk yang amat sangat.
kawan lainnya bercerita tentang indahnya berkelana menginjakkan kaki di berbagai tempat yang terdaftar dalam lembaran atlas, seakan ingin berbagi suasana yang terlalu jauh bisa ku bayangkan.
kawan lainnya, sibuk dengan suatu hal pribadi antara ia dengan pasangannya sehingga sang kawan pun bingung sebtulnya sedang sibuk apa, sedang merasakan apa, sedang berbuat apa.
ada lagi kawan yang santai-santai saja di depan api yang menyambar celananya, dengan ongkang kaki dan rokok ditangan ia tak merasa di kejar waktu, tak merasa merasuki perasaan dan pikiran orang lain, tak merasakan panas yang membakar kulit kakinya.
yah.... bagaimanapun mereka lah orang-orang dengan sejuta talenta yang membusuk di jiwa raga mereka. mereka lah yang menghiasi hari-hariku yang berada di ujung ketidakberdayaan. mereka mengeluh, bersenda gurau, meracau kacau dan (SKIP).

sudah berada di pertengahan malam, belum berinspirasi untuk sekedar menulis apa pun di kertas buramku, masih tergolek kaku, masih berkaki bau, masih tanpa baju...
ingin cerita dan teriak selantang lantangnya dengan tangan terbuka,
terpukau bisu,
terkesima gagu,
diam lugu....

hingga suara parau,
hingga nafas galau,
hingga mata silau,

masih saja kacau,
menunggu pisau,
untuk meracau,
dan akhirnya sakau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar