Minggu, 26 September 2010

surat untuk si hawa

aku tak menyangka, kamu yang baru kukenal lewat tutur kata seorang kawan kurang dari seumur jagung, kini berada di sampingku, di sebelahku dgn tersipu malu. Aku yakin kamu pun begitu, tiba2 berada di sebelah ku menatap batas daratan dan hamparan pasir pantai. Ini bukan hanya sekedar perjalanan kan? Ini bukan hanya sekedar pelarian dari segala penat kehidupan.

Aku mengenalmu belum ada 3 putaran purnama, namun kala tanganmu menyentuh lembut jemariku, tatap matamu tajam menusuk jiwaku, dan tutur lembutmu melemahkanku, aku merasa telah mengenalmu dari jauh tahun sebelumnya, aku merasa nyaman dekatmu tanpa sedikitpun curiga…

Menempuh 220 km hanya dalam 4,5 jam,

Menerobos pintu penjaga dengan cueknya,

Mengamati mu yg selalu berdoa di hamparan sajadah itu,

Mengajarkan aku akan puja-puji pada tuhan,

First ice cream di siang pertama itu,

Cadik perahu biru ‘blondy’ tempat kita duduk berdua di senja mendung itu,

Pasir pantai yg tiba2 sampai di pipimu,

Suara “TOKEK” yg membuatmu memanggil namaku,

Sunset dan sunrise yg tertunda,

Si kangkung yg pedasnya kaya anj*** (berirama ya bilangnya),

Terik mentari di tiap langkah,

Si ‘saksi bisu’ beralaskan seprei warna merah itu,

Petikan gitar di tiap malam yg kita lewati,

Gurihnya si soto di pagi hari,

Gemericik air laut saat kita berdua berada di pinggir pantainya,

Mengamati si bule yg sempet2nya peluk2an,

Duduk bersebelahan denganmu di pantai menunggu dtgnya ombak,

“Kecipak-kecipuk” bunyinya *ga penting,

Memegang erat tangan mu waktu ombak datang,

Hujan dan banjir di pelosok kota pantai kecil itu yg mengacaukan sunset kita,

Kedinginan di malam kedua,

And then something happen,, its first for you and last for me..

Tersipu malu bagai abg labil,

Bingung dalam bertutur lisan, dan pada akhirnya hanya belaian yg menerjemahkannya,

Terlalu banyak, hingga deretan huruf ini tak mampu membendungnya…

Sejenak aku terlupa akan siapa dirimu, aku tak mengenalmu sebagai orang baru, aku lupakan dan aku singkirkan segala pikiran akan siapa yg berhak atas mu, aku hanya ingin mengenal mu sebagai orang baru, aku hanya tahu dari apa yang aku lihat aku dengar dan aku rasakan.

Siapapun kamu, yang ku tahu hanyalah kamu ada untuk kita tersenyum,

Siapapun kamu, yang ku kenal adalah wanita terbaik dalam jiwa ku,

Siapapun kamu, aku ingin mengenalmu jauh lebih dalam,

Siapapun kamu, aku tak ingin lekas pergi darimu dan menjauh,

Siapapun kamu, aku yakin kamu lah yang terakhir untuk ku.

Mungkin aku bukan lelaki yang pandai menggombal,

Aku bukan lelaki yg dengan mudahnya begitu saja menuangkan kata lewat bahasa,

Aku bukan lelaki yg memiliki kebutuhan duniawi yg lebih.

Aku bukan lelaki yg memiliki norma dan nilai yg cukup dalam sosial,

Aku bukan lelaki yg dengan lantang memberikan keputusan atas pengaturan,

Aku selalu merasa kecil di hadapmu,

Aku selalu tak berani berlama-lama menatap matamu,

Aku selalu melihat diriku yg dekil dan papa ini sehingga tak merasa cukup tuk menyokongmu,

Tapi aku punya cerita, aku punya peta dunia, aku punya banyak warna yg tak akan habis walau pun aku beri padamu setiap hari.

Aku lelaki biasa tak berharta, tak berupa.

Segala muntahan ku dalam bait-bait adalah bentuk ketidakpuasan ku akan dunia,

Segala jalan yg kulalui hanyalah langkah untuk pelarianku yg tak kunjung selesai,

Hingga aku di pertemukan olehmu.

Aku memujamu, sebagai manusia yg lebih diatasku,

Aku memintamu, ajarkan aku hal lebih yg kamu tahu,

Aku tau kamu lebih tegar dariku, lebih kuat dari ku, hingga aku tak merasa bisa tuk mengikatmu.

Biar lah aku hidup dalam jiwamu jika aku tak bisa meluluhkan hatimu,

Dan tetap jagalah hatimu sampai kau izinkan aku tuk merangkak ke dalam nya.

Saat ini biarlah tetap seperti ini, tak ada kebahagiaan yg mampu menandingi saat aku melihat senyum di bibirmu.

Maaf jika aku meninggalkan sedikit noda dalam hidupmu di dunia maya, aku tak menyalahkan kamu, aku yang egois untuk menggapai mu, aku yang hina atas ketidaktahuan diriku,

Namun aku punya satu pembenaran atas sikap dan apa yang ku lakukan pada dirimu,,,,

Yaitu kejujuran akan apa yang aku rasakan padamu…

Terimakasih, wanitaku…

Biarkan keadaannya seperti ini,

Sekuatnya aku, semampunya aku, sesabarnya aku,,,

Aku tetap tersenyum untukmu, sampai batas nafasku...



Kamis, 02 September 2010

titik nol


aku tak ingin sesungguhnya... aku tak meminta ini sebenarnya...
begitu saja terjadi, tak tertahan dan tak disangka.
dan aku kembali tergila padanya, entah pada bayangannya atau pada wujudnya.
aku pernah seperti ini, tp tak sedalam ini.
di terbangkan dengan sendirinya, dibuai dengan galaunya, di sejukan oleh anginnya,
dihilangkan sejenak segala kenyataan berganti buaian...

ah rasanya aku tak ingin cepat tersadar... tak ingin tahu apa kenyataan yg tersembunyi di balik senyum simpulnya.
apa ini hanya sekedar kekhawatiranku? ketakutan ku akan diri ku yg telah terhina?
senyum yg ku buat adalah sebuah topeng dari ketakutan terdalamku, ingin keluar sebagai sebuah tutur padanya namun apakah pantas untuk seorang penghibur sepertiku?
pada akhirnya, hanya dapat termuntahkan baris-baris huruf ini, huruf2 yg terbentuk dalam sisi liar otak ku, dan tergumpal sebentuk frustasi akibat anestesi beracun yg masih membekas di ingatanku, akan sebuah masa dimana aku berakhir pada ketidakjelasan.

tuhan.. biarkan aku sejenak, jangan bangunkan aku dr mimpi ini, aku hidup dalam mimpi.
aku tak ingin segera terbangun dan menyesal. aku ingin bertanya sesuatu ttg apa rasa ini padanya. jikapun aku terbangun, hadirkan lah ia tuhan... ia yg seperti ku kenal dalam mimpi, aku ingin sekedar duduk bersamanya, dengan segelas kopi atau teh, dengan bangku kecil di pinggir pantai, dengan senja tanpa awan, dan dengan sebentuk keyakinan akan pilihan...

tuhan.. aku tak mengerti mengapa harus dengannya aku terjatuh rasa? apa ini permainanmu lagi tuhan? apa ini bentuk pembalasan dosa yg ku perbuat karena aku sempat jauh darimu? atau ini sebuah jawab bagi aku yg pernah tersakiti oleh hawa ciptaan mu?
tapi jikapun aku terus bertanya padamu, kau tak pernah menjawab...
hhhhmmmm nampaknya aku harus mencarinya sendiri kan? mencari arti senyumnya, membaca isyarat tiap tutur tersiratnya, menatap tajam pada matanya, mencari apa yg ada dalam kotak-kotak pikirannya, agar sebuah hati dapat terbaca dengan jelas, agar sebuah tanda tanya dapat berakhir menjadi titik (bukan tanda seru).

semoga di hamparan pasir nanti, aku tak mengusiknya, aku tak memaksanya, aku tak menanyakannya. karena aku tak ingin segalanya menjadi rusak.
aku hanya ingin bersamanya tersenyum... hanya tersenyum, karenanya aku nyaman, karena olehnya ku berada pada titik nol dimana ku terlahir sebagai seorang yg dapat memberikan sesuatu yaitu,,,, arti...