Kepada yang tumbang, meretas memori, menjajaki kini, melupakan masa depan.
Banyak pintu berdiri di depanku, entah akan kubuka atau hanya menjadi tembok yang kukencingi.
Kekesalan akan buntunya panduan dalam berjalan, persetan, aku tak dapat memaksa diriku menjadi ini atau itu.
Saat ini, waktu yang mengejar, yang membuat beku, meruntuhkan gairah imaji dan melumuri hasrat dengan air raksa.
Memilih jalan, apakah aku bepergian terlalu jauh, atau memang yang kupijak ini tak akan pernah bisa memberiku ruang untuk melihat segalanya memang seolah tanpa batas?
Tanpa batas atau berbatas, apa yang kujajaki memang tak akan pernah bisa memberiku kepastian bahwa ada batas akhir?
Karena setiap yang kujajaki akan selalu memberiku ruang bernama batas,
Karena setiap yang kusentuh tak akan bisa kurangkul hingga aku bersetubuh,
Karena setiap yang ketemui akan selalu memberiku banyak sekali pilihan diantara yang ada dan ketidakmungkinan untuk membuangnya begitu saja.
Karena setiap yang berhadapan denganku akan berkata bahwa “segalanya memang seperti ini”
Karena setiap kenyataan yang kutemui selalu enggan untuk berpaling kepada apa yang paling nyata,
Karena setiap yang kucium selalu tak berhasrat untuk bunuh diri,
Karena aku tahu bahwa yang kekal adalah perubahan,
Karena masa lalu hanyalah tumpukan buku2 usang dan baru dalam lemari perpustakaan besar ini,
Karena masa depan memang sesuatu yang kosong dan aku tak ingin berharap darinya,
tapi kini ku memiliki dia,
dan saat ini, dia adalah satu-satunya yang kupunya,
Karena bukan apa pun dan siapa pun yang menggenggamku selain diriku dan dirinya.
ah kamu,,, si ajaib...
Dunia tak lebih dari sekeranjang Ilusi, merajukmu untuk mengecap pucuk kilaunya. Matikan lampu, pendam segala suara, nanti kau akan temui dirimu yang mengacuh akan warna ; hitam dan putih.
Yang tiada akan kembali pada tiada... itu saja...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar