Jumat, 15 Oktober 2010

ajal si bunga




hanya dengan ditompang batang kecil,
melahap mentari di tiap pagi dan meminum si hujan di tiap mendung,
si bunga mencoba tuk sedikit mekar.
walau racun karbondioksida terus mengarat di pucuk daun hijaunya,
walau dia semakin terinjak oleh manusia-manusia kota di sekitarnya,
si bunga mencoba tuk berdiri tegar.

mengingat dirinya ketika masih berupa kuncup,
begitu ringkih dan rapuh... seperti bara api yg memutih akan menjadi abu,
yg walau dengan bertahan di tiup angin, masih ingin menghangatkan senja.
mengingat dirinya ketika sedang mekar,
begitu berwarna dan kontras dengan sekitarnya... seperti kelakar di tengah pemakaman,
yang begitu berbeda, walau dunia berkata harus sama.



aaahhh... kini si bunga mulai layu,
digilas waktu karena sombong atas tanah yg menompang akarnya,
dicerca polusi hingga tak lagi berwarna-warni,

si bunga mulai kuyu,
ditinggalkan daun yg sudah berguguran katanya,
dibiarkan menjadi saksi pembangunan dan cultural shock keluhnya,

si bunga perlahan sayu,
"aku tak ingin begini" ujarnya pada asap dan sampah-sampah manusia kota,
"kebahagiaan di perkotaan itu palsu, manusia yg membeli kebahagiaan" pikirnya.

menjelang ajal, si bunga masih mengutuk dalam sisa-sisa wanginya.
mencoba memberi pesan pada siapapun yg mendengarnya.
"aku hanya ingin memberi warna cantik di dunia yg busuk ini, tuhan..."

*obrolan dengan bunga kecil di lereng bukit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar