sudah lewat 2 putaran waktu aku tak bermain kata,
setelah di cerca logika atas ambiguitas, kini aku merindukan mu.
apa kamu masih sering mengintipku di jendela mu?
apa kamu masih berjalan sendirian di lorong itu?
apa kamu masih seperti dahulu, yang terduduk di bangku sudut koridor dengan tas batikmu?
ah si hitam putih sudah jadi abu-abu,
kawan... kemana kamu sekarang? setelah aku mencoba realita dunia, kau masi saja bermaya disana.
aku sudah pernah bilang, "tinggalkan imajinasi mu! itu terlalu tinggi.."
tp keras kepala sudah sikapmu bukan? modal nekat itu sudah jadi taji mu.
aku terpaksa meninggalkanmu karena kamu meminta untuk aku pergi.
perjalanan yg kita lakukan dulu, pernah ku kubur dalam-dalam saat kau tetap terdiam di titik mu.
dan aku terus berkelana, aku terus berjalan tanpa arahan mu lagi.
aku merindukanmu kawan... sungguh...
adakah nanti di suatu ketika nanti kita bisa bertemu lagi? di puncak gunung yang sama seperti ketika pertama kali kita menunggu mentari pagi muncul di ufuk timur?
adakah nanti kita bisa berbincang lagi? di pinggir pantai menunggu barat menelan mentari berganti bintang?
aku ingin sekali bercerita padamu kawan, tentang dunia ku saat ini, tentang suatu keseimbangan yg selalu aku cita-citakan dan selalu kamu hujat.
aku ingin sekali berbagi padamu kawan, berbagi perasaan yg baru pertama kali ini aku rasakan.
tp kini engkau entah dimana, kau sudah menjadi seorang yg lain. kau memakai topeng yg tak pernah bisa lepas lagi. aku kehilanganmu kawan.... sangat kehilangan.
pernah aku merasa jatuh oleh mu ketika kau memutuskan untuk tetap pada titikmu, dan aku harus pergi karena aku tak ingin mati dalam imajinasi.
aku berdiri perlahan kawan, meski di belakang kau menghujat dan membuat nama ku nista.
aku tak perduli. bagi ku kamu tetap seorang kawan perjalanan.
kamu tetap panutanku, yang membukakan mataku untuk melihat dunia.
dan kini aku ingin kamu tahu kawan... aku akan melihat dunia tanpamu, namun dengannya.
terimakasih...
setelah di cerca logika atas ambiguitas, kini aku merindukan mu.
apa kamu masih sering mengintipku di jendela mu?
apa kamu masih berjalan sendirian di lorong itu?
apa kamu masih seperti dahulu, yang terduduk di bangku sudut koridor dengan tas batikmu?
ah si hitam putih sudah jadi abu-abu,
kawan... kemana kamu sekarang? setelah aku mencoba realita dunia, kau masi saja bermaya disana.
aku sudah pernah bilang, "tinggalkan imajinasi mu! itu terlalu tinggi.."
tp keras kepala sudah sikapmu bukan? modal nekat itu sudah jadi taji mu.
aku terpaksa meninggalkanmu karena kamu meminta untuk aku pergi.
perjalanan yg kita lakukan dulu, pernah ku kubur dalam-dalam saat kau tetap terdiam di titik mu.
dan aku terus berkelana, aku terus berjalan tanpa arahan mu lagi.
aku merindukanmu kawan... sungguh...
adakah nanti di suatu ketika nanti kita bisa bertemu lagi? di puncak gunung yang sama seperti ketika pertama kali kita menunggu mentari pagi muncul di ufuk timur?
adakah nanti kita bisa berbincang lagi? di pinggir pantai menunggu barat menelan mentari berganti bintang?
aku ingin sekali bercerita padamu kawan, tentang dunia ku saat ini, tentang suatu keseimbangan yg selalu aku cita-citakan dan selalu kamu hujat.
aku ingin sekali berbagi padamu kawan, berbagi perasaan yg baru pertama kali ini aku rasakan.
tp kini engkau entah dimana, kau sudah menjadi seorang yg lain. kau memakai topeng yg tak pernah bisa lepas lagi. aku kehilanganmu kawan.... sangat kehilangan.
pernah aku merasa jatuh oleh mu ketika kau memutuskan untuk tetap pada titikmu, dan aku harus pergi karena aku tak ingin mati dalam imajinasi.
aku berdiri perlahan kawan, meski di belakang kau menghujat dan membuat nama ku nista.
aku tak perduli. bagi ku kamu tetap seorang kawan perjalanan.
kamu tetap panutanku, yang membukakan mataku untuk melihat dunia.
dan kini aku ingin kamu tahu kawan... aku akan melihat dunia tanpamu, namun dengannya.
terimakasih...
*untuk kawan yg kehilangan jiwanya.
setiap insan punya berhak memilih jalannya sendiri,.
BalasHapus