Jumat, 27 Agustus 2010

puncak tak bernama





"ayo... sedikit lagi bro...", itu satu-satunya penyemangatku dalam perjalanan kali ini.
perjalanan ini sungguh amat melelahkan, dengan menggendong beban seberat 15 kg, aku pun mendaki gunung itu bersamanya... hanya berdua saja..
cemas ku akan keadaan besi tua dalam tas carrier ku, keringat dan perut yang keroncongan sudah tak ku hiraukan..
"jika memang aku harus berakhir di gunung ini, berakhirlah.." pikir ku dalam keputus asaan..
jarum angka di jam analog ku menunjukan pukul 3 dini hari, artinya sudah 6 jam perjalanan ku dari pos penjagaan terakhir.
sudah hampir 2 tahun aku tak melakukan perjalanan seperti ini, si kawan ku sih tenang2 saja, fisiknya sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini.
ketika tadi aku memutuskan untuk berhenti sejenak mengambil nafas, sepatu bot tua ku sudah mengelupas sol bawahnya, kubuka sepatu dan kudapati darah segar menetes dari jempolku..
keringat ku sudah membanjiri baju yg kurangkap 3 dengan jaket tebal ini, tangan ku sudah mati rasa akibat suhu dingin selepas hujan tadi.
ini akibat membandel dari petugas, padahal dalam cuaca seperti ini seharusnya kita tidak di izinkan untuk mendaki.. namun perjalanan dari Bandung sampai ke kaki gunung ini akan terasa percuma kalo kami berdua hanya sampai di depan pos penjaga berwarna hijau itu..
si kawan tiada lelah terus memotivasiku dengan kata2 bangsatnya, padahal aku tau dari raut wajahnya bahwa ia juga tidak tahu mana arah yg benar untuk menuju puncak.. "damn" pikirku.

namun semua itu akan terbalas lunas ketika ku lewati tebing terakhir itu, dan dengan sisa tenaga terakhir aku sudah tak kuat lagi untuk berjalan, mungkin nikotin dan kafein telah merusak stamina aku selama ini, namun si kawan akhirnya membopohku, dengan raut muka nya selalu ceria ia membopong ku sambil bercerita tentang anugrah ilahi di puncak itu.
aku bukan lelaki yg lemah, aku juga sangat ingin menyapa mentari pagi di puncak itu, namun tenaga ini sudah sampai pada batasnya, aku tak kuat untuk sekedar menompang tubuh dan tas ku ini...

"Lihat!!! kita berhasil bro!!" soraknya sambil mengguncang2kan tubuhku, dan sesaat aku pun terkagum-kagum pada hamparan rumput hijau di depan mataku, seakan-akan ada tenaga tambahan ada kaki ku, aku pun melangkah gontai mengikuti si kawan yang teriak-teriak kegirangan..
1 langkah... 2 langkah... dan 3 langkah... lalu "BRUUK" tubuh ku terjerembab jatuh mencium rerumputan, bukan karena aku sangat lelah, bukan karena aku pingsan, tetapi karena aku puas! seakan2 aku sudah pulang ke rumah, seakan-akan aku siap tertidur dengan selimut merah ku..
aku rebahkan tubuhku terlentang menghadap langit,, langit malam waktu itu seperti menghiburku, tak ada awan,,, hanya bintang dan setengah bulan yang ada di situ..

aaaaahhh... aku rindu harum rumput, wangi subuh dan suara serangga di puncak itu,, tak ingin sekedar memejamkan mata untuk tertidur, puncak gunung ini sangat indah untuk aku tinggalkan tidur,, si kawan sedang sibuk memasang trangia untuk menyeduh kopi, dengan rokok kretek yang ku hisap di bibirku, aku memandangi seisi tanah landai di sekitarku, mencoba menerka-nerka apakah ada yang pernah menginjak-kan kaki sebelum kami berdua disini? kalau pun ada mungkin mereka adalah orang-orang goblok dan liar seperti aku dan temanku ini.
orang-orang yang dilatih oleh alam dan waktu dengan sendirinya, sehingga menjadi kuat bukan karena pola dan proses, tp karena hina dan cibiran sistem sosial yang mengikat di dunia "nyata" sana..
aaaahhh kawan,, aku rindu berbagi mimpi dengan mu, setiap orang selalu memanggil kita dengan "si pemimpi" namun kita tak pernah peduli bukan? aku begini karena kamu kawan...
sebelumnya aku hanya seorang pemimpi yang tertidur, dikekang olehnya dan di batasi oleh ketidakmampuan, semenjak aku coba untuk keluar dengan berbagai cara (kebanyakan dengan emosi) aku pun mengerti mengapa kau (si kawan) begitu kokohnya walau di hantam pandangan manusia lain.

akhirnya secangkir kopi hitam sudah mendidih, ditemani sebungkus tembakau yang kita beli di pasar tadi, aku dan kawan bercerita tentang batin...
matahari pagi di ufuk timur malu-malu muncul, sinar kekuningannya sedikit demi sedikit menyilaukan mata kami yang tak tertidur selama 48 jam ini.
aku dan si kawan tak berbicara ketika mentari muncul, kita sama2 terdiam dan bicara dalam hati,,, aku tak tahu apa yg si kawan pikirkan, namun aku tahu apa yg aku pikirkan...
aku berfikir tentang kesepian, "yah aku kesepian" pikirku.. sejauh apapun aku berlari mengejar mimpi, sekuat apa pun aku melawan keegoisan hati pada akhirnya aku tak punya siapa pun untuk berbagi.. seseorang itu sudah terambil, sudah menjadi milik orang lain..
wanita... ah kamu sudah tak bisa lagi menemani ku membuat peta dunia, kita berbeda memang, walaupun aku tahu perbedaan itu baru kamu munculkan setelah kita selalu bersilih tegang..
apa kamu tidak bisa menerima bahwa aku ini haus akan dunia? aku ini bukan seorang lelaki yang hanya bisa berdiam diri atau melakukan pekerjaan yg sama setiap harinya, apa aku egois wahai wanita? jika memang iya, aku mohon maaf... tapi sesungguhnya aku rindu, aku rindu untuk berbagi dengan mu, aku ingin menceritakan semua hal yang aku temui, yang aku lewati.
aku pernah menawarkan dunia padamu, dan kamu sempat menerimanya, aku tahu kamu bahagia dengan itu, namun kamu lepaskan... kamu lebih memilih orang lain yang menjamin hidupmu..
ini salahku, salah dari imajinasi ku yang tak berbatas.. dari kekanakan aku.. tapi aku tetap tak ikhlas bila sosial membentuk ku, aku ini bukan siapa2, aku ini hanya bagian kecil dari alam..
bila pun kau disana sudah bahagia dengan-nya, nikmatilah... karena kenikmatan alam sudah tak akan kau rasakan lagi...
biarkan aku sendiri, mati dalam ucapanku sendiri, aku tidak menyesalinya, aku tidak menangisinya.. ini kemauan aku sebagai seorang lelaki yang berbeda dengan persepsi mu ttg lelaki.
walaupun jauh di dasar hati ku, selalu aku rindukan kamu untuk melihat matahari lagi,, berdua saja..

06-08-10, puncak gunung tak bernama


Tidak ada komentar:

Posting Komentar