selalu saja terulang, untuk keseberapa kali harus melayaninya dengan bertubi-tubi limpahan amarahnya.
aq tak mengerti,
aq tak bisa mengerti walau titik nadir ini terus berkelanjutan tanpa koma.
sudah terlalu penuh wadah ini. aq tak mampu untuk terus menampungnya.
hingga tangan ini sudah pada batasnya, aq masih saja menunggu ia sekedar menyapa.
sekedar tertawa,,,, sama seperti ketika lembayung dan ombak bersahut menemani kami sore itu.
haaaaahhh... cepat skali masa itu berlalu, berlembar-lembar memori yg tertulis, hilang tersapu angin begitu saja ketika ego memuncak.
sungguh penat, sungguh muak hingga coretan tersirat.
pada akhirnya, hanya menunggu saja sendiri, pucat pasi, kemudian basi dan akhirnya mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar