MENCARI nasionalisme di Indonesia pada tahun 2007 ini sama saja dengan mencari jarum di tumpukan jerami. Seiring dengan berjalannya waktu, perlahan tapi pasti krisis akan nasionalisme telah menjalar ke berbagai lapisan masyarakat di Indonesia. Krisis nasionalisme di Indonesia bukan hanya terdapat pada generasi mudanya saja akan tetapi dialami juga oleh generasi yang lebih dulu lahir. Tidak mudah mencari nasionalisme di zaman seperti sekarang. Orang Indonesia, kini lebih suka memburu kehormatan, kekayaan, dan kedudukan daripada memelihara dan menjaga nasionalisme dalam hidupnya. Nasionalisme kini di Indonesia sudah menjadi benda abstrak yang sulit ditemukan. Apabila hal ini terus dibiarkan seperti ini, mungkin saja rasa cinta dan bangga kita sebagai nation-state (negara bangsa) bernama Indonesia akan hilang dengan sendirinya.
Apa alasannya? Orang Indonesia kini, baik yang muda maupun yang tua, apa pun suku dan agama-nya sudah mulai lupa dengan semangat persatuan yang pernah diploklamirkan pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Saat ini justru semangat mau menang sendiri dan merasa diri paling benar adalah yang paling sering kita lihat dan dengarkan. Pada saat yang sama, mereka juga menganggap orang di luar pihaknya sebagai representasi kesalahan. Untuk mengatasi hal tersbut Mestinya perlu ditumbuhkan lagi kesadaran dan semangat menyatukan diri.
Apabila kita melihat yang terjadi pada generasi 1928 (pada saat sumpah pemuda), mereka sadar dan bisa menyatukan diri pada satu semangat untuk "bertanah air satu, berbangsa satu, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan : Indonesia". Meleburkan sektarianisme dalam Jong Java, Jong Betawi, Jong Sumatra, Jong Celebes, dan lainnya. Kenapa mereka bisa bersatu? Ada pengalaman sejarah bahwa perjuangan tak akan memberi hasil optimal kalau dilakukan sendiri-sendiri. Kesadaran semacam itu yang kini sudah mulai hilang.
Ritual
Di era globalisasi seperti sekarang ini, amat tidak menguntungkan kalau perbedaan antarsuku, antaragama, atau antaraliran dibesar-besarkan. Hal itu bersifat kontraproduktif terhadap pencapaian cita-cita bersama. Sebaliknya, perlu dibangun upaya-upaya peningkatan produktivitas kerja.
Kita seharusnya prihatin akan lunturnya nasionalisme sebagai akibat pelaksanaan ritual kebangsaan yang tidak menyentuh hingga ke hati. Nasionalisme merupakan manifestasi nilai mistis-kosmis yang harus dilakukan dengan mengikutsertakan nilai-nilai kebangsaan. Tanpa hal itu, segala macam bentuk upacara yang dilakukan hanya akan menjadi ritual kosong tanpa makna. Seperti contohnya upacara bendera yang dilakukan di sekolah setiap hari senin, masih banyak siswa yang hanya ikut-ikutan upacara tanpa mengerti nilai yang terkandung di dalamnya, maka yang terjadi adalah mereka tidak khusuk saat mengikuti upacara.
Sebenarnya ada momen yang memiliki nilai yang sangat strategis dalam upaya mengangkat jatidiri dan karakter bangsa serta meningkatkan nasionalisme bangsa. Yaitu peringatan 62 tahun Indonesia merdeka yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 2007 nanti. Tapi sayang, memasuki 62 tahun kemerdekaannya, bangsa Indonesia justru mengalami berbagai cobaan, dari Ancaman disintegrasi bangsa, reformasi yang kebablasan, terkikisnya kepercayaan pada pemerintah akibat pemerintah dinilai lamban dalam penanganan masalah-masalah yang menimpa Indonesia akhir-akhir ini dan pemaksaan kehendak dari sekelompok orang yang mengikis semangat nasionalisme.
Sangatlah ironis memang lunturnya semangat nasionalisme di kalangan generasi muda sekarang ini. Hal ini disebabkan mungkin karena para pemuda negara Indonesia saat ini mengalami kemunduran. Terjadinya demoralisasi, kerusuhan, dan perpecahan sesama anak bangsa merupakan bukti adanya penurunan semangat kebersamaan. Contohnya kasus IPDN yang sedang hangat diperbincangkan, yaitu mengenai meninggalnya seorang Praja asal Sulawesi Utara, Cliff Muntu, yang menjadi korban tindak kekerasan senior kepada juniornya di lingkungan kampus IPDN. Ironis sekali memang, lembaga pendidikan yang dikelola oleh pemerintah yang seharusnya menghasilkan birokrat dan abdi negara yang setia melayani masyarakat malah menghasilkan “petarung” yang kerap kali memakan korban jiwa. Akibatnya pemerintah daerah Sulawesi Utara mengecam akan mencabut seluruh praja asal Sulawesi Utara apabila kasus meninggalnya Cliff Muntu ini berlarut-larut seperti kasus-kasus meninggalnya praja IPDN sebelumnya (Sumber : Selamat pagi, Trans TV, 10 april 2007). Melihat contoh kasus di atas sudah nampak adanya krisis kepercayaan dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat yang mungkin saja dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa apabila pemerintah pusat tidak bertindak cepat dan tegas kepada Instutut yang dikelola dibawah Depdagri tersebut.
Modal Dasar
Diluar masalah-masalah lain yang menimpa bangsa Indonesia ini, Masalah nasionalisme merupakan suatu hal yang menjadi modal dasar bagi bangsa ini untuk mengisi kemerdekaan, untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan dalam berbagai aspek ke depan. Nasionalisme masih menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari setiap gerak masyarakat Indonesia.
Kita seharusnya jangan pesimistis, semua elemen masyarakat harus memberikan makna kepada generasi. Tentunya pemerintah dan elit politik harus memberikan contoh dan keteladanan dalam setiap pengambilan keputusan. Dan berbagai macam keputusan tentunya harus mendasarkan pada masalah kebangsaan, kemajemukan bangsa, Pancasila dan UUD 1945. Hal tersebut merupakan cerminan dari Sumpah Pemuda 1928 dan sebagainya. Ini adalah sesuatu yang akan melalui proses yang dapat memupuk semangat jiwa nasionalisme.
Nasionalisme jangan diartikan secara sempit. Hal ini terkait dengan adanya pendapat yang salah terhadap nasionalisme, yang hanya mementingkan kesejahteraan, dan bisa berbuat apa pun untuk memenuhi kebutuhan pribadi maupun kelompoknya saja. Karena dalam sebuah bangsa yang besar yang masih memerlukan pembangunan di berbagai aspek, Siapa pun orangnya, di mana pun tempatnya, seharusnya dalam mengambil sebuah keputusan atau yang ikut terlibat dalam sebuah proses keputusan, tetap harus memperhatikan kemajemukan dan kebangsaan. Hal-hal itu harus menjadi landasan yang paling prinsip dan hakiki dalam pengambilan keputusan.
Dan juga kita sebagai generasi muda harus memberikan contoh yang baik juga kepada generasi yang akan datang yang berada dibawah kita. Dan siapa pun yang sekarang menikmati, siapa pun yang sekarang diberi kesempatan memimpin negeri ini, harus memanfaatkan kesempatan itu untuk ke depan dan bukan untuk kepentingan sesaat saja. Akan tetapi bukan berarti kita, generasi muda, bersantai-santai saja di masa sekarang ini. Isilah waktu dengan kegiatan yang berguna yang dapat menunjang pembangunan bangsa ini. Bukan hanya pembangunan yang terlihat oleh mata saja (materi) akan tetapi juga pembangunan karakter kita sebagai warga negara Nation-state (negara bangsa) yang bernama Indonesia agar segala permasalahan yang menimpa negara ini berangsur pulih dan kita dapat berdiri sebagai bangsa yang mandiri tanpa harus terpisah oleh berbagai perbedaan dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar